Selasa, 26 April 2011

Menghargai Ulama

MENGHARGAI PARA ULAMA
Oleh: Drs. Hamzah Johan


إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Faathir : 28)

            Menurut pengertian umum di negeri kita,maka sebutan ulama adalah sebagai: orang yang mendalam ilmunya tentang agama islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari ilmu tersebut meliputi ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fiqih, ilmu kalam dan bahasa arab termasuk alat- alatnya.
            Sebagai orang yang dianggap paling tahu di dalam masalah keagamaan, maka ia menjadi tumpuan pertanyaan, konsultans dalam masalah rohaniah. Dari hasil konsultasi ini menumbuhkan gerak dan langkah dalam kehidupan sehari-hari sesuatu sikap yang di warnai oleh agama.
            Sebagai mujaddid atau innovator dirinya selalu merasa tidak puas dengan keadaan yang ada, sebab agama mengandung sikap dan watak yang dinamis. Dilakukanlah olehnya dengan bentuk penerangan-penerangan, majlis ta’lim, tabligh, mubahatsah, muhadlarah dan banyak ragamnya sebagai agama yang lebih mementingkan karya daripada sekedar cita-cita, maka konsekuensi logis dari pengetahuan yang diterimanya harus membawa perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.
            Menurut Imam al-Ghozali, bahwa criteria yang tergolong ulama ialah:
-          ( Rojulun yadri, wa yadri annahu yadri, fa dzalika ‘aalimun ) :Orang yang tahu dan dirinya tahu bahwa dia tahu , maka dia adalah ulama
-          Sebaliknya kalau ada (Rajulun yadri, wa laa yadri annahu yadri, fa dzalika naaimun); Orang yang tahu dan tidak tahu kalau dirinya adalah tahu maka termasuk golongan yang tertidur. Kalau tertidur maka tugas kita membangunkannya

            Secara umum ulama itu terbagi dua golongan.

  1. Ulama Warotsatul An-Biya’

Adalah ulama yang mewarisi perjuangan nabi. Ulama yang memiliki akhlakul karimah. Yang berani mengatakan yang haq walaupun pahit, walaupun berat resiko yang akan ditanggungnya. Ulama semacam ini punya perinsip , sebagaimana firman Allah: Intan shurullaha yan shurkum wayutsabbit aqdaamaku”: Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah pasti menolongmu, dan mengokohkan kedudukanmu”. Ulama semacam ini tidak akan takut miskin. Baginya, lebih baik miskin dari pada bergelimang dengan yang haram. Harta tidak akan dibawa mati, jabatan tidak akan mejadi jaminan keselamatan di yaumil hisab. Hadits menyebutkan : 3 yang akan mengiringi seorang jenazah ke kuburnya. Pertama : Hartanya, Kedua: Keluarganya dan Ketiga: Amalnya. Begitu jenazah dikubur, yang dua kembali pulang, yakni: Harta dan keluarganya. Yang ia bawa menghadap Rabbul ‘Izzati hanyalah : Amalnya.
Maka ulama yang semacam ini, sangat berhati-hati dalam beramal dan sangat berhati-hati dalam berfatwa. Fatwanya bukan untuk menyenangkan hati orang, tapi demi menegakkan amar ma’ruf  nahi mungkar. Dia tidak merasa tinggi dengan sanjungan, dan tidak merasa hina dengan orang yang mencela. Kemulian disisi Allah lebih utama dari pada kehormatan di mata manusia. Apa gunanya terhormat di mata manusia , tapi hina dalam pandangan Allah swt. 

  1. Ulamaus Su`

Anehnya tidak semua ulama adalah waratsatul an-biya`, Ada ulama yang disebut ulamaus su`, ulama jahat. Ulama ini berlaku sebagai penjilat, tukang adu domba, menjual fatwa atas nama agama demi kedudukannya. Rasulullah saw bersabda: “Walul li ummati min ‘ulamais su` ; “Celakalah bagi ummatku, akibat dari pada perbuatan ulama jahat”.
Ulama semacam ini pada zaman dahulu mudah diperalat oleh para penguasa atau raja-raja, untuk membenar-benarkan tindakan yang dilakukan sang penguasa. Atau sebaliknya karena sang ulama tadi menginginkan suatu kedudukan atau jabatan, maka ia mencari persesuaian.

Rasulullah menyatakan:” Kecelakaan adalah bagi ummatku akibat ulah ulama yang jahat, mereka memperdagangkan ilmu ini, mereka sama menjualnya kepada para penguasa di masa mereka dengan maksud untuk keuntungan pada perdagangan mereka itu

Betapa hinanya ulama semacam itu, dimana ayat-ayat dan Sunnah Nabi dipakainya sebagai alat untuk mengejar jabatan, kedudukan dan pangkat, atau demi mengejar uang. Sebagai missal ; Sang penguasa menghalalkan perkara yang halal dan mengharamkan perkara yang halal, maka sang ulama tadi dimintai restunya untuk menyetujui tindakan tersebut. Dibukalah nigh club dengan mengundang seorang ulama, dan akhirnya ditutup dengan bacaan do’a pula.

Bagaimana kedudukannya di hati ummat ulama yang menjilat kepada penguasa ?
Rasulullah bersabda: Syarrul ‘ulamai , alladzina ya`tuunal umaro : Sejelek-jelek ulama ialah mereka yang datang kepada pejabat pemerintah “. Makna hadits ini adalah; ulama yang tunduk pada kemauan penguasa, sehingga fatwanya tergantung pada pesanan penguasa tersebut.

Dan Sabda rasulullah : Sayakunu mim ba’di umaro-u yakdzibuuna wayazhlimuuna : Akan datang di kemudian hari nanti sesudahku, beberapa penguasa yang berdusta dan berbuat aniaya. Maka barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu tindakan mereka yang aniaya itu, ia tidak termasuk dari ummatku, dan bukanlah aku dari padanya, dan dia tidak dapat datang di atas telaga (yang disurga) . (H.R Nasai, turmudzi dan Hakim)

1561 حَدِيثُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا * 
1561 Diriwayatkan daripada Abdullah bin Amru bin al-As r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Allah s.w.t tidak mengambil ilmu Islam itu dengan cara mencabutnya dari manusia. Sebaliknya Allah s.w.t mengambilnya dengan mengambil para ulama sehingga tidak tertinggal walaupun seorang. Manusia melantik orang jahil menjadi pemimpin, menyebabkan apabila mereka ditanya mereka memberi fatwa tanpa berdasarkan kepada ilmu pengetahuan. فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan orang lain pula *

            Sikap kita sebagai ummat adalah berani meluruskan ketidakbenaran, berani mengkeritisi ulama yang jahat. Tetapi sopan santun  dan hormat kepada ulama yang baik, memberi dukungan kepada mereka, baik moril maupun materil , demi kokohnya perjuangan ulama yang baik tersebut. Semoga Allah swt meridhai perjuangan kita di muka bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar