Selasa, 26 April 2011

Menghargai Ulama

MENGHARGAI PARA ULAMA
Oleh: Drs. Hamzah Johan


إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Faathir : 28)

            Menurut pengertian umum di negeri kita,maka sebutan ulama adalah sebagai: orang yang mendalam ilmunya tentang agama islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari ilmu tersebut meliputi ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fiqih, ilmu kalam dan bahasa arab termasuk alat- alatnya.
            Sebagai orang yang dianggap paling tahu di dalam masalah keagamaan, maka ia menjadi tumpuan pertanyaan, konsultans dalam masalah rohaniah. Dari hasil konsultasi ini menumbuhkan gerak dan langkah dalam kehidupan sehari-hari sesuatu sikap yang di warnai oleh agama.
            Sebagai mujaddid atau innovator dirinya selalu merasa tidak puas dengan keadaan yang ada, sebab agama mengandung sikap dan watak yang dinamis. Dilakukanlah olehnya dengan bentuk penerangan-penerangan, majlis ta’lim, tabligh, mubahatsah, muhadlarah dan banyak ragamnya sebagai agama yang lebih mementingkan karya daripada sekedar cita-cita, maka konsekuensi logis dari pengetahuan yang diterimanya harus membawa perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.
            Menurut Imam al-Ghozali, bahwa criteria yang tergolong ulama ialah:
-          ( Rojulun yadri, wa yadri annahu yadri, fa dzalika ‘aalimun ) :Orang yang tahu dan dirinya tahu bahwa dia tahu , maka dia adalah ulama
-          Sebaliknya kalau ada (Rajulun yadri, wa laa yadri annahu yadri, fa dzalika naaimun); Orang yang tahu dan tidak tahu kalau dirinya adalah tahu maka termasuk golongan yang tertidur. Kalau tertidur maka tugas kita membangunkannya

            Secara umum ulama itu terbagi dua golongan.

  1. Ulama Warotsatul An-Biya’

Adalah ulama yang mewarisi perjuangan nabi. Ulama yang memiliki akhlakul karimah. Yang berani mengatakan yang haq walaupun pahit, walaupun berat resiko yang akan ditanggungnya. Ulama semacam ini punya perinsip , sebagaimana firman Allah: Intan shurullaha yan shurkum wayutsabbit aqdaamaku”: Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah pasti menolongmu, dan mengokohkan kedudukanmu”. Ulama semacam ini tidak akan takut miskin. Baginya, lebih baik miskin dari pada bergelimang dengan yang haram. Harta tidak akan dibawa mati, jabatan tidak akan mejadi jaminan keselamatan di yaumil hisab. Hadits menyebutkan : 3 yang akan mengiringi seorang jenazah ke kuburnya. Pertama : Hartanya, Kedua: Keluarganya dan Ketiga: Amalnya. Begitu jenazah dikubur, yang dua kembali pulang, yakni: Harta dan keluarganya. Yang ia bawa menghadap Rabbul ‘Izzati hanyalah : Amalnya.
Maka ulama yang semacam ini, sangat berhati-hati dalam beramal dan sangat berhati-hati dalam berfatwa. Fatwanya bukan untuk menyenangkan hati orang, tapi demi menegakkan amar ma’ruf  nahi mungkar. Dia tidak merasa tinggi dengan sanjungan, dan tidak merasa hina dengan orang yang mencela. Kemulian disisi Allah lebih utama dari pada kehormatan di mata manusia. Apa gunanya terhormat di mata manusia , tapi hina dalam pandangan Allah swt. 

  1. Ulamaus Su`

Anehnya tidak semua ulama adalah waratsatul an-biya`, Ada ulama yang disebut ulamaus su`, ulama jahat. Ulama ini berlaku sebagai penjilat, tukang adu domba, menjual fatwa atas nama agama demi kedudukannya. Rasulullah saw bersabda: “Walul li ummati min ‘ulamais su` ; “Celakalah bagi ummatku, akibat dari pada perbuatan ulama jahat”.
Ulama semacam ini pada zaman dahulu mudah diperalat oleh para penguasa atau raja-raja, untuk membenar-benarkan tindakan yang dilakukan sang penguasa. Atau sebaliknya karena sang ulama tadi menginginkan suatu kedudukan atau jabatan, maka ia mencari persesuaian.

Rasulullah menyatakan:” Kecelakaan adalah bagi ummatku akibat ulah ulama yang jahat, mereka memperdagangkan ilmu ini, mereka sama menjualnya kepada para penguasa di masa mereka dengan maksud untuk keuntungan pada perdagangan mereka itu

Betapa hinanya ulama semacam itu, dimana ayat-ayat dan Sunnah Nabi dipakainya sebagai alat untuk mengejar jabatan, kedudukan dan pangkat, atau demi mengejar uang. Sebagai missal ; Sang penguasa menghalalkan perkara yang halal dan mengharamkan perkara yang halal, maka sang ulama tadi dimintai restunya untuk menyetujui tindakan tersebut. Dibukalah nigh club dengan mengundang seorang ulama, dan akhirnya ditutup dengan bacaan do’a pula.

Bagaimana kedudukannya di hati ummat ulama yang menjilat kepada penguasa ?
Rasulullah bersabda: Syarrul ‘ulamai , alladzina ya`tuunal umaro : Sejelek-jelek ulama ialah mereka yang datang kepada pejabat pemerintah “. Makna hadits ini adalah; ulama yang tunduk pada kemauan penguasa, sehingga fatwanya tergantung pada pesanan penguasa tersebut.

Dan Sabda rasulullah : Sayakunu mim ba’di umaro-u yakdzibuuna wayazhlimuuna : Akan datang di kemudian hari nanti sesudahku, beberapa penguasa yang berdusta dan berbuat aniaya. Maka barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu tindakan mereka yang aniaya itu, ia tidak termasuk dari ummatku, dan bukanlah aku dari padanya, dan dia tidak dapat datang di atas telaga (yang disurga) . (H.R Nasai, turmudzi dan Hakim)

1561 حَدِيثُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا * 
1561 Diriwayatkan daripada Abdullah bin Amru bin al-As r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Allah s.w.t tidak mengambil ilmu Islam itu dengan cara mencabutnya dari manusia. Sebaliknya Allah s.w.t mengambilnya dengan mengambil para ulama sehingga tidak tertinggal walaupun seorang. Manusia melantik orang jahil menjadi pemimpin, menyebabkan apabila mereka ditanya mereka memberi fatwa tanpa berdasarkan kepada ilmu pengetahuan. فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan orang lain pula *

            Sikap kita sebagai ummat adalah berani meluruskan ketidakbenaran, berani mengkeritisi ulama yang jahat. Tetapi sopan santun  dan hormat kepada ulama yang baik, memberi dukungan kepada mereka, baik moril maupun materil , demi kokohnya perjuangan ulama yang baik tersebut. Semoga Allah swt meridhai perjuangan kita di muka bumi ini.

Maksiat Mengundang Musibah

MA’SHIYAT MENGUNDANG MUSIBAH
Oleh: Drs.Hamzah Johan

Ma’shiyat adalah:”Setiap perbuatan yang mengandung dosa”.  Ada kalanya perbuatan itu mengandung dosa yang besar dan ada kalanya mengandung dosa yang kecil, sehingga ma’shiyat itu dapat  berbentuk;
Pertama disebut: “Ma’shiyat yang besar”
Kedua disebut : “ Ma’shiyat yang kecil”.
Ma’shiyat yang besar, sebagaimana yang  tercermin  pada surat Al-Jin ayat 23:
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا(23)
Dan siapa saja yang melakukan ma’shiyat kepada  Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya
                Adapun ma’shiyat yang kecil, seperti  yang disebutkan pada hadits riwayat bukhori dan muslim dari Abi Hurairah;
بِئْسَ الطَّعَامُ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى إِلَيْهِ الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِينُ فَمَنْ لَمْ يَأْتِ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ *
Makanan yang buruk ialah makanan perayaan ( pesta ) yang mana undangannya hanya orang-orang kaya saja dan orang-orang miskin tidak diundang. Orang yang tidak memenuhi undangan sesungguhnya dia telah melakukan maksiat kepada Allah dan RasulNya
                Baik ma’shiyat yang besar maupun ma’shiyat yang kecil, kedua-duanya mengundang mushibah, karena apa? Karena keduanya mengandung dosa. Setiap perbuatan yang mengandung dosa akan mengundang mushibah, sebagaiman firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 49 yang berbunyi:
فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka”.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah.
                Rasulullah pernah menjelaskan ada lima belas perbuatan ma’shiyat yang akan mengundang mushibah itu;

قال رَسُولَُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذاَ فَعَلَتْ اُمَّتِيْ خَمْسَ عَشَرَةَ حَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلاَءُ

Bersabda Rasulullah saw : Apabila ummatku memperbuat 15  macam ma’shiyat maka mereka akan ditimpa bala (mushibah)”
1.      اِذَاكَانَ الْمَغْنَمُ دُوَلاً  (Bila kekuasaan dianggap rampasan oleh yang berkuasa)
2.      وَ الأَمَانَةُ مَغْنَمًا  ( Bila amanah dianggap jatah )
3.      والزَّكَاةُ مَغْرَمًا (Bila zakat dianggap merugikan)
4.      وَاَطَاعَ الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ (Bila suami tunduk pada kemauan isteri)
5.       وَعَقَّ اُمَّـهُ (Bila seorang anak durhaka pada ibunya)
6.      وَبَرَّ صَدِيْـقَـهُ (Bila seorang ta’at (membeo) saja pada temannya)
7.      وَجَفَا اَبَاهُ (Bila seorang menjauh (sinis) saja kepada ayahnya)
8.      وَارْتَفَعَتِ ا لأَصْوَاتُ فِى الْمَسَجِدِ (Bila seorang membual (heboh) dalam mesjid)
9.      وَكَانَ زَعِيْمُ الْقَوْمِ اَرْذَلَهُمْ  (Pimpinan suatu kaum terdiri dari orang yang tak berbudi)
10.  وَاُكْرِمَ الْرَّجُلُ مَخَفَةَ شَرِّهِ (Dimuliakan seseorang karena ditakuti kejahatannya)
11.  وَ شُرِبَتِ الْخُمُرُ (Meraja lelanya orang yang meminum minuman keras)
12.    وَلُبِسَ الْحَرِيْرُ  (Dipakai sutra tentunya oleh si kaya (memamerkan kekayaannya)
13.   وَاتُّخِذَتِ الْقَيْنَتُ (Ditonjolkannya penari-penari wanita)
14.  وَالْمَعَازِفُ (Ditonjolkannya musik-musik ( berbau maksiat)
15.    وَلَعَنَ آخِرُ هذِهِ الْأُمَّةِ اَوَّلَهَا  ( Generasi baru mengutuk cara umat yang terdahulu (Sahabat, tabi’in)

NIKAH

KETURUNAN ( NIKAH )
Oleh: Drs.Hamzah Johan Al-Batahany 

  1. MANUSIA MEMBUTUHKAN KETURUNAN YANG BAIK
Setiap makhluk diberikan naluri oleh Allah untuk membuat keturunan. Mulai dari makhluk yang sekecil-kecilnya hingga yang sebesar-besarnya. Baik makhluk yang berakal mau pun yang tak berakal. Bagi makhluk yang tak berakal, Allah tak membuat aturan kepada mereka. Tapi bagi maklhuk yang berakal, Allah dan Rasul-Nya membuatkan aturan agar makhluk yang berakal itu mendapat keturunan yang mulia dengan cara menikah.

Firman Allah, an-Nisa’ :3 :

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً

maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.

Rasulullah bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
 Wahai golongan pemuda! Sesiapa di antara kamu yang telah mempunyai keupayaan iaitu zahir dan batin untuk berkahwin, maka hendaklah dia berkahwin. Sesungguhnya perkahwinan itu dapat menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan. Maka sesiapa yang tidak berkemampuan, hendaklah dia berpuasa kerana puasa itu dapat mengawal iaitu benteng nafsu * (Bukhari Muslim)

  1. REALITA: NIKAH DALAM KEADAAN HAMIL

Banyak factor yang membuat orang menikah setelah hamil, a.l :
    1. Tidak mendapat restu orang tua.
    2. Meniru ala Barat
    3. Tidak dapat menahan hawa nafsu

Sehingga ada pertanyaan: Seorang wanita berzina dengan seorang laki-laki, hingga hamil. Maka bolehkah  keduanya dinikahkan dalam keadaan hamil tersebut ?

Dalam hal MENIKAH DALAM KEADAAN HAMIL, para ulama terbagi 4 golongan :

1.      Golongan Pertama berpendapat bahwa orang yang menikah dalam keadaan hamil itu boleh, asalkan dinikahi oleh lelaki yang menghamilinya itu walaupun belum lepas ‘iddah, karena ‘iddah itu tujuannya untuyk mengetahui wanita itu bersih dari bekas orang lain. Ada pun anak yang lahir dari hasil perzinaan mereka yang dikuatkan dengan pernikahan tersebut adalah sah menjadi anak mereka berdua.

حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ *

842 Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w bersabda: Anak adalah berdasarkan kepada tempat tidur, dan bagi orang yang berzina itu akan mendapat kecelakaan * (BM)
2.      Golongan Kedua berpendapat bahwa tidak halal menikahkan wanita yang hamil  meskipun dengan lelaki yang menghamilinya, kecuali wanita tersebut telah melahirkan anak zina tersebut.
Alasan mereka: Firman Allah;

وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.  (65At-Thalaaq:4)

Imam Ibnu Quda’mah al-Maqdasi, meriwayatkan di dalam “Asy-Syahrul Kabir jilid 7 hal. 502, satu hadits yang dikatakannya shahih, sabda Rasulullah saw ;

لاَ تُوْطَـأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ

Tidak boleh dicampuri wanita yang hamil, melainkan setelah melahirkan

Pada Riwayat Sa’id bin Musayyab disebutkan:

Seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita, lantas ia dapati wanita itu hamil, lalu  ia mengadu kepada Nabi saw , فَفَرَّقَ بَيْنَهُمَا   Nabi pisahkan antara mereka

3.      Golongan Ke-Tiga berpendapat : Boleh dinikahkan dengan lelaki yang menzinahinya atau dengan lelaki lain , dengan syarat tidak boleh melakukan hubungan seksual  sampai dinikahkan kembali setelah ‘iddah.

4.      Golongan Ke-Empat berpendapat : Sebelum dinikahkan keduanya wajib menjalankan hudud (hukuman)
Hudud bagi orang berzina ada 2 macam ;
a.       Muhshan ( orang yang sudah baligh, berakal, merdeka, sudah menikah), hukuman baginya adalah RAJAM (dilontar dengan batu yang sederhana sampai mati).
b.      Ghairu Muhshan (baligh, berakal, merdeka, gadis atau bujang) hukumannya didera 100 kali dan diasingkan (dipenjara) selama satu tahun.

Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a dan Zaid bin Khalid al-Juhani r.a kedua-duanya berkata: Sesungguhnya seorang lelaki dari kabilah al-A'rab datang kepada Rasulullah s.a.w dan berkata: Wahai Rasulullah! Aku datang kepadamu supaya kamu memutuskan hukuman ke atasku berpandukan kitab Allah. Kemudian berkata pula seorang yang lain (yang menjadi lawannya) dia itu lebih banyak ilmu darinya. Baiklah, hukumlah antara kami berdasarkan Kitab Allah, wahai Rasulullah! Sekarang izinkanlah aku untuk menjelaskannya kepadamu. Rasulullah s.a.w bersabda: Katakanlah. Dia pun bercerita: Sesungguhnya anakku telah menjadi pelayan orang ini, Suatu hari anakku telah melakukan zina dengan isterinya. Aku mendapat khabar bahawa anakku itu mesti dihukum rejam. Aku akan menebusnya dengan seratus ekor kambing dan seorang hamba perempuan. Ketika hal itu aku bertanyakan kepada salah seorang yang alim, aku diberitahu bahwa anakku itu hanya dikenakan hukuman sebanyak seratus kali rotan dan diasingkan selama setahun dan isteri orang inilah yang mesti dihukum rejam. Mendengar penjelasan itu, Rasulullah s.a.w lalu bersabda: Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaanNya, sesungguhnya aku akan memutuskan hukuman ke atas kamu berpandukan kitab Allah (al-Quran). Seratus ekor kambing dan hamba perempuan tadi harus dikembalikan dan anakmu mesti dihukum rotan sebanyak seratus kali sebatan serta diasingkan selama setahun. Sekarang pergilah kepada isteri orang ini, wahai Unais! Jika dia mengaku, maka jatuhkanlah hukuman rejam ke atasnya. Maka Unais pun datang menemui wanita tersebut dan ternyata dia mengakui atas perbuatannya itu. Maka sesuai dengan perintah dari Rasulullah s.a.w maka wanita itupun dijatuhkan hukuman rejam * (HR. Bukhari Muslim)
997 Diriwayatkan daripada Saidina Umar bin al-Khattab r.a katanya: Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad s.a.w dengan kebenaran dan telah menurunkan kepada baginda kitab al-Quran. Di antara yang diturunkan kepada baginda ialah ayat yang menyentuh tentang hukuman rejam. Kami selalu membaca, menjaga dan memikirkan ayat tersebut. Rasulullah s.a.w telah melaksanakan hukuman rejam tersebut dan selepas baginda, kami pun melaksanakan juga hukuman itu. Pada akhir zaman aku merasa takut, akan ada orang yang akan mengatakan: Kami tidak menemukan hukuman rejam dalam kitab Allah iaitu al-Quran sehingga mereka akan menjadi sesat kerana mereka meninggalkan salah satu kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah. Sesungguhnya hukuman rejam yang terdapat dalam kitab Allah itu mesti dilaksanakan ke atas penzina yang pernah berkahwin samada lelaki ataupun perempuan apabila terdapatnya bukti yang nyata, samada dia telah hamil ataupun dengan pengakuan darinya sendiri *


Ayat menjelaskan:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ(2)
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (24 An-Nur:2)

            C. KESIMPULAN
Dalam hal hukum nikah dalam keadaan hamil ada 3 pendapat :

A.    Pendapat Yang Meringankan :
Bahwa wanita dalam keadaan hamil boleh dinikahkan dengan lelaki yang menzinahinya atau dengan lelaki lain dalam  keadaan hamil tersebut.

B.     Pendapat Yang Moderat adalah:
Bahwa wanita dalam keadaan hamil boleh dinikahkan dengan lelaki yang menzinahinya atau dengan lelaki lain dengan syarat:
1.      Tidak boleh melakukan hubungan seksual hingga sampai melahirkan
2.      Dinikahkan kembali setelah ‘Iddahnya

C.     Pendapat Yang Paling Tegas adalah :
Bahwa wanita yang hamil karena zina baru dipandang sah nikahnya dengan lelaki yang menzinainya atau dengan lelaki yang bukan menzinainya dengan syarat:
1.  Telah sampai ‘iddahnya
2.  Telah menjalankan hukuman zina

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ(26)
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga). (An-Nur:26)
IDDAH

“Masa tunggu yang diwajibkan atas wanita yang dicerai suaminya (cerai hidup atau cerai mati) , guna diketahui kandungannya berisi atau tidak”.

1.      HAMIL
Sampai lahir anak yang dikandungnya itu

وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.  (65At-Thalaaq:4)

2.      TIDAK HAMIL
a.       CERAI MATI
Iddahnya 4 bulan 10 hari
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ(234)
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber`iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis `iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Al-Baqarah:234)

b.      CERAI HIDUP
MASIH SANGGUP  HAID : Iddahnya tiga kali suci ;

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. (Al-Baqarah:228)
TIDAK LAGI DATANG HAID : Iddahnya selama 3 bulan:
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid (Ath-Thalaaq:4)


Catatan : Jika berbarengan iddah hamil dengan iddah wafat , maka ada 2 pendapat
  1. Pilih waktu iddah yang terpendek (Jumhur Salaf)
  2. Pilih waktu iddah yang terpanjang

Umpama Suami meninggal (iddah 4 bulan 10 hari)  sedang kehamilannya (iddahnya melahirkan) tinggal 1 bulan, maka jumhur berpendapat diberlakukan iddah hamil (melahirkan tsb).